Rabu, 06 Februari 2013

Sunnahnya Haul dan Dalil /dasar haditsnya


Peringatan Haul para Pendahulu

Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW selalu berziarah ke makam para syuhada di bukit Uhud pada setiap
tahun. Sesampainya di Uhud beliau memanjatkan doa sebagaimana dalam surat Al-Qur’an Surat Ar-Ra’d
ayat 24" “Salamun alaikum bima shabartum fani’ma uqbad daar” ْKeselamatan atasmu berkat kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.
Inilah yang menjadi sandaran hokum Islam bagi pelaksanaan peringatan haul atau acara tahunan untuk
mendoakan dan mengenang para ulama, sesepuh dan orang tua kita. Diriwayatkan pula bahwa para
sahabat pun melakukan apa yang telah dilakukan Rasulullah. Berikut ini adalah kutipan lengkap hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi.
Al-Baihaqi meriwayatkan dari al-Wakidi mengenai kematian, bahwa Nabi SAW senantiasa berziarah ke
makam para syuhada di bukit Uhud setiap tahun. Dan sesampainya di sana beliau mengucapkan salam
dengan mengeraskan suaranya, QS Ar-Ra’d 24: “Salamun alaikum bima shabartum fani’ma uqbad daar” –  – Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.
Lanjutan riwayat:
Abu Bakar juga melakukan hal itu setiap tahun, kemudian Umar, lalu Utsman. Fatimah juga pernah
berziarah ke bukit Uhud dan berdoa. Saad bin Abi Waqqash mengucapkan salam kepada para syuhada tersebut kemudian ia menghadap kepada para sahabatnya lalu berkata, ”Mengapa kalian tidak mengucapkan salam kepada orang-orang yang akan menjawab salam kalian?”
Demikian dalam kitab Syarah Al-Ihya juz 10 pada fasal tentang ziarah kubur. Lalu dalam kitab Najhul
Balaghah dan Kitab Manaqib As-Sayyidis Syuhada Hamzah RA oleh Sayyid Ja’far Al-Barzanji dijelaskan
bahwa hadits itu menjadi sandaran hukum bagi orang-orang Madinah untuk yang melakukan Ziarah
Rajabiyah (ziarah tahunan setiap bulan Rajab) ke maka Sayidina Hamzah yang duitradisikan oleh
keluarga Syeikh Junaid al-Masra’I karena ini pernah bermimpi dengan Hamzah yang menyuruhnya
melakukan ziarah tersebut.
Para ulama memberikan arahan yang baik tentang tata cara dan etika peringatan haul. Dalam al-Fatawa al-Kubra Ibnu Hajar mewanti-wanti, jangan sampai menyebut-nyebut kebaikan orang yang sudah wafat
disertai dengan tangisan. Ibnu Abd Salam menambahkan, di antara cara berbela sungkawa yang diharamkan adalah memukul-mukul dada atau wajah, karena itu berarti berontak terhadap qadha yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Saat mengadakan peringatan haul dianjurkan untuk membacakan
manaqib (biografi yang baik) dari orang yang wafat, untuk diteladani kebaikannya dan untuk berbaik
sangka kepadanya. Ibnu Abd Salam mengatakan, pembacaan manaqib tersebut adalah bagian dari
perbuatan taat kepada Allah SWT karena bisa menimbulkan kebaikan. Karena itu banyak para sahabat dan ulama yang melakukannya di sepanjang masa tanpa mengingkarinya.
Demikianlah. Dalam muktamar kedua Jam’iyyah Ahlit Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah atau
jam’iyyah tarekat-tarekat di lingkungan NU di Pekalongan Jawa Tengah pada 8 Jumadil Ula 1379 H bertepatan dengan 9 November 1959 M para kiai menganjurkan, sedikitnya ada tiga kebaikan yang bisa dilakukan pada arara peringatan haul:
1. Mengadakan ziarah kubur dan tahlil
2. Menyediakan makanan atau hidangan dengan niat sedekah dari almarhum.
3. Membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an dan memberikan nasihat agama, antara lain dengan menceritakan
kisah hidup dan kebaikan almarhum agar bisa diteladani.

KH Aziz Mashuri
Pengasuh Pondok Pesantren Denanyar, Jombang, mantan Ketua Umum Rabithah Ma’ahid Islamiyah
(RMI)
(Disarikan dari buku kumpulan hasil kesepakatan muktamar Jam’iyyah Ahlit Thariqah Al-Mu’tabarah Nahdlatul Ulama 1957-2005 )

Oleh : Solihin Gubes
Kaum Sarungan, 9 Mei 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar