Minggu, 24 Februari 2013

I'TIKAF


KAJIAN FIQIH PRAKTIS

1. I’TIKAF

RUKUN I’TIKAF
a. Niat
b. Berdiam
c. Tempat I’tikaf (yakni Masjid)
d. Orang Yang beri’tikaf

SYARAT I’TIKAF
a. Berniat I’tikaf
b. Di Masjid
c. Berdiam di Masjid melebihi kadar Thum’aninah yaitu kadar bacaan Subhanallah
d. Suci dari hadats besar seperti jinabah, hadi dan nifas
e. Berakal
f. Islam, maka bagi orang kafir tidak sah melakukan I’tikaf

Hukumnya adalah sunnah, dan lebih sunnah lagi di bulan Ramadhan lebih-lebih 10 malam terakhir bulan Ramashan, dan dianjurkan untuk dinadzarkan sehingga hukumnya menjadi wajib yaitu dengan bernadzar sebalum masuk masjid, setelah masuk masjid baru benriat di dalam hatinya, adapun bernadzar harus diucapkan di lisannya seperti :
“Aku bernadar untuk I’tikaf selama aku berada di masjid”
Setelah masuk masjid ia melinataskan di hatinya “Aku berniat I’tikaf di masjid selama aku berada di masjid dengan bernadzar karena Allah SWT”
Akan tetapi sering dari kita lupa untuk berniat I’tikaf, makanya hendaknya di Masjid itu diberi tulisan yang jelas atau kalau perlu menyala-nayal seperti diberi lampu sehingga mudah mengingatkan orang yan gmasuk masjid untuk beri’tikaf ,
Memang ada sebagian madzhab yang menagatakan bahwasannya I’tikaf harus dengan berpuasa dan di Masjid Jami’ (masjid buat juma’atan), dan ada sebagian di antara mereka yang mewajibkan seharian penuh.

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَيْسَ عَلَى الْمُعْتَكِفِ صِيَامٌ إِلاَّ أَنْ يَجْعَلَهُ عَلَى نَفْسِهِ. رَوَاهُ الدَّارُقُطْنِيُّ فَيْ سُنَنِهِ وَالْحَاكِمُ فِيْ مُسْتَدْرَكِهِ
Dari Ibnu Abbas ra sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda “Orang yang beri’tikaf tidak wajib berpuasa melainkan ia mewajibkan atas dirinya 9yakni bernadzar)”. HR. Imam Ad-Daruqutni dalam Sunan-nya dan Imam Al-Hakim dalam Mustadrak-nya

Akan tetapi I’tikaf wajib bagi yang bernadzar I’tikaf saja, maka cukup berniat I’tikaf saja, akan tetapi kalau bernadzarnya dengan berpuasa maka harus dengan berpuasa..

HUKUM I’TIKAF
a. Wajib kalau dinadzarkan.
b. Sunnah, inilah asal mula hokum I’tikaf lebih-lebih di bulan Ramadhan dan 10 hari terakhirnya.
c. Makruh, yaitu I’tikafnya seorang wanita yang mendapatkan izin dari suaminya beserta dengan hal itu aman dari fitnah (menggangu atau terganggu)
d. Haram dan sah yaitu I’tikafnya seorang wanita tanpa izin suaminya atau mendapatkan izin akan tetapi tidak aman dari fitnah, haram dan tidak sah yaitu I’tikafnya orang yang junub dan haid.

SUNNAH-SUNNAH I’TIKAF
a. Hendaknya dilakukan di Masjid Jami’ (Masjid untuk jum’atan)
b. Hendaknya beri’tikaf seharian penuh, dan sempurnya adalah denganmengumpulkan semalam sampai satu hari sempurna
c. Hendaknya dilakukan dengan berpuasa
d. Memperbanyak Do’a, Dzikir dan Ibadah
e. Meninggalkan hal-hal yang makruh dan perbuatan yang buruk
f. Hendaknya dinadzarkan agar mendapatkan pahala fardhu

Berbicara hal yang tak ada gunanya di Masjid apalagi urusan dunia maka itu akan menghabiskan pahala I’tikafnya.

فَقَدْ كاَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ فَيْ كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ , فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِيْ قُبِضَ فِيْهِ , إِعْتَكَفَ عِشْرِيْنَ يَوْماً . رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَ اَبُوْ دَاوُدَ وَ ابْنُ مَاجَةَ.

“Nabi Muhammad SAW telah melakukan I’tikaf setiap bulan Ramadhan selama 10 hari, sampai pada tahun beliau dicabut ajalnya beliau melakukan I’tikaf 20 hari”. HR Imam Al-Bukhari, Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah

Wanita diperkenankan untuk melakukan I’tikaf berdasarkan hadits tersebut, Cuma harus terhormat dan mendapat ijin suami, yakni ada tempat khusus di masjid untuk tempat wanita, bahwak salah seorang Isteri rasulullah SAW yaitu SAyyidah Hafshoh memiliki tali di Masjid setelah Rasulullah SAW bertanya itu milik siapa

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ لاَ تَمْنَعُوْا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ ، وَبُيُوْتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ. رَوَاهُ الْحَاكِمُ فِي الْمُسْتَدْرَكِ رقم 783

Dari Ibnu Umar ra beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda “Janganlah kalian mencegah wanita-wanita kalian untuk pergi ke Masjid, akan tetapi rumah mereka lebih baik bagi mereka”. HR. Imam AL-Hakim dalam Al-Mustadrak no. 783
Hadits ini Shohih berdasarkan Syarat Imam Bukhari dan Imam Muslim

Diriwayatkan oleh Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah SAW memasuki masjid, ternyata ada seutas tali yang diikat di antara dua tiang masjid. Nabi bertanya, “Apa ini?”
Orang-orang menjawab, “Seutas tali milik Zainab (yakni, istri beliau), jika dia merasa lemah dan tidak sanggup melanjutkan shalat malam, dia bersandar pada tali itu.”
Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak, lepaskanlah tali itu. Hendaklah salah seorang di antara kalian mendirikan shalat sesuai kemampuannya (yakni, saat merasa segar dan kuat), apabila dia merasa lemah, hendaklah dia duduk. ”
(HR Bukhari, Abu Daud, dan Nasa’i)

Makanya bagi para pengurus Masjid kami himbau untuk membuat satir yang menghijab antara lakik-laki dan perempuan, dan hendaknya membuat temapat wudhu’ yang khusus untuk wanita agar auratnya terjaga, nah bagi anda wanita yang mau beri’tikaf hendaknya mencari masjid yang terhormat, menjaga kehormatan anda itu wajib sedangkan I’tikaf itu sunnah, begitu juga and akaum waniat yang ingin meklakukan sholat atraweh harus dilihat dahulu sekiranya tempat tesebut aman dari fitnah, yakni sekirang antara laki-laki dan perempuan tidak berbaur.

Begitu juga ketika ziarah kubur itu sunnah, akan tetapi ketika masuknya itu berdesak-desakan antara lakik-laki dan perempuyan maka tidak usah melakukan ziarah, bahkan dosa karena akan menyebabkan fitnah, lebih baik di rumah, lebih-lebih di hari raya idul fitrih kami menagadakan I’tikaf dari masjid ke amsjid, akan tetapi jangan anda pergi melainkan dengan mahrom atau dengan wanita-wanita yang terhormat.

YANG MEMBATALKAN I’TIKAF
a. Gila dan pingsan
b. Mabuk yang disengaja
c. Haid
d. Murtad
e. Junub (keluar mani) yang sekiranya membatalkan puasa yaitu karena Jima’ atau Onani (dengan papun caranya), akan tetapi bagi yang junubnya bulan karena maka hendaknya ia segrera mandai dan meneruskan I’tikafnya
f. Keluar dari Masjid tanpa adanya udzur seperti Buang hajat atau makan.

Diambil dari  
Buya Yahya
MAJELIS AL-BAHJAH AHAD 9 RAMADHAN 1433 H / 29 JULI 2012

Oleh : Adelia Fitria

Tidak ada komentar:

Posting Komentar