Senin, 04 Februari 2013

Mencari Obat Hati dan Agama Kepada Para Waliyullaah dan Orang-orang Sholih


Bismillah ar-Rahmaan ar-Rahiim.
Di dalam kitab “Fathur Rabbani” karya Syeikh Abdul Qadir Jailani halaman 151 cetakan “Dar el-Fikr” diterangkan sebagai berikut: “Orang-orang pada zaman dahulu menjelajahi bumi bagian Timur dan Barat untuk mencari para waliyullah dan orang-orang shaleh, di mana mereka adalah para dokter hati dan agama. Ketika mereka menemukan salah satu wali Allah atau orang shaleh, mereka akan meminta obat bagi agama mereka. Sedangkan kalian, saat ini orang yang paling kalian benci adalah para fuqaha (para ahli fiqih), ulama, dan para wali Allah, yang statusnya sebagai para pendidik dan pengajar. Maka, tidak heran jika kamu tidak mendapatkan obat bagi agamamu. Ilmu dan obat apapun yang aku berikan, itu akan member manfa’at kepadamu. Setiap hari aku membangun pondasi bagimu, tapi malah kamu merusaknya. Aku sudah menjelaskan obatnya kepadamu, “Jangan makan makanan itu, karena di dalamnya mengandung racun, makan ini saja karena di dalamnya obat.” Namun, kamu tidak mau menuruti perkataanku dengan memakan makanan yang mengandung racun. Sebentar lagi dampak makanan tersebut akan kelihatan pada bangunan agama dan imanmu. Aku hanya menasehatimu.
Aku tidak takut pada pedangmu dan tidak menginginkan emasmu. Barangsiapa yang senantiasa bersama Allah Subhanahu wa ta’aala, maka tidak akan takut pada siapa pun, baik pada jin, manusia, serangga tanah, binatang buas, maupun jenis makhluk lainnya.
Janganlah kamu melecehkan para guru yang beramal dengan ilmunya, sedang kamu adalah orang yang tidak mengenal Allah Subhanahu wa ta’aala, para Rasul-Nya, orang-orang shaleh dari hamba-Nya yang senantiasa bersama-Nya dan ridha pada segala perbuatan-Nya. Seluruh keselamatan hanya dapat diperoleh dengan keridhaan pada qadha-Nya, memperoleh harapan, dan menjauhi dunia. Jika kamu melihat kelemahan dalam dirimu, segeralah kamu mengingat mati dan memperpendek harapan. Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam bersabda, hikayat dari Allah ‘azza wa jalla, “Para mutaqarrib (orang-orang yang mendekatkan diri pada Allah) tidak mendekatkan diri kepadaku dengan sesuatu yang lebih utama dari apa yang telah Aku wajibkan kepada mereka dan hamba-Ku terus mendekatkan diri kepada-Ku
dengan ibadah-ibadah sunnah sampai Aku mencintainya. Jika Aku sudah mencintainya, Aku menjadi
penglihatan, pendengaran, tangan, dan penolong baginya. Dengan diri-Ku ia mendengar, dengan diri-Ku ia melihat, dan dengan diri-Ku ia menyerang dengan penuh kekuatan.”
Wallaahu a’lam.

Catatan dari KH. Thobary Syadzili.

Oleh : Solihin Gubes
Kaum Sarungan, 17 Mei 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar