Kamis, 20 Desember 2012

Hukum Wanita Sholat Berjama'ah di Masjid

Pertanyaan Oleh : Afnie Humairah

Seorang wanita kan lebih baik sholat di rumah, itu pahalanya brp, dan apabila seorang nenek yang ingin pahala 27 sholat jama'ah di mesjid itu bagaimana?

Jawab :

Di dalam sebuah riwayat disebutkan (maaf redaksinya kurang hafal tapi initinya seperti ini): bahwa shohabat Umar tidak senang bila melihat istrinya pergi sholat ke masjid. Berhari2 setiap melihat istrinya pergi ke masjid saiyidina Umar menampakkan muka kurang suka sehingga istri saiyidina Umar berkata: wahai suamiku, bila engkau tidak berkenan saya pergi ke masjid maka seretlah aku. Dan hal tersebut sampai terdengar ke teliga Rasulullah SAW dan beliau bersabda, Umar, wanita memang baiknya sholat di rumah namun bila ia pergi ke masjid maka kamu tidak boleh melarangnya.

sholatulama'ati afdholu min sholatilfadhi bisab'i wa isrina darojatan = sholat jamaah itu lebih baik daripada sholat sendirian, tepaut 27 derajad. dan dalam riwayat lain dijelaskan: janganlah kalian melarang istri-istri kalian untuk ke masjid, namun shalat di rumah mereka (bagi para wanita) tentu lebih baik.” (HR. Abu Daud).
Namun untuk menjadi pribadi yang muthmainnah alangkah baiknya tidak mempermasalahkan pahalanya berapa berapa dan berapa melainkan mujahadah / bersungguh2 dalam menjalankan perintahNya.

(Taman Hati)

Hukumnya perempuan ke mesjid terperinci : -jika khawatir terjadi fitnah haram pergi. -jika tidak takut fitnah terperinci lagi : jika perempuan itu disukai tapi memakai pakaian jelek atau perempuan itu tidak disukai tapi memakai pakain bagus maka hukumnya makruh. -jika tidak ada izin dari suami / walinya hukumnya haram. -dan jika tidak ada jama'ah di rumah disunatkan bagi suami memberinya izin dengan syarat tidak takut fitnah. -ukuran fitnah : an tad'u nafsuka ila massin laha (tergerak jiwa laki2 untuk menyentuhnya).

hukum memberi izin dari suami sama hukumnya dengan hukum perempuan datang ke mesjid. Hukum amrad yang ditakuti fitnah juga sama dengan hukum perempuan. Amrad adalah : huwallazi lam yabluq awwalal inbat (laki2 yang belum sampai batasan awal tumbuh seumpama kumis). Rujukan : Tuhfatul muhtaj bi syarhil minhaj. (Muji Bullah)

pahala adalah balasan yang dijanjikan Allah untuk hambaNya yang beramal. Jadi alangkah baiknya jika kita memandang hal pahala dengan positif bukan sebaliknya. semakin besar pahala berarti semakin besar kita dituntut atau diharapkan melaksanakannya dalam arti lain semakin besar keridhoan Allah. firman Allah,"dan bersegeralah kamu kepada (suatu amal yg dpt mendatangkan) ampunan dr Tuhanmu dan surga yang lebarnya selebar langit dan bumi. .. ali imron. ampunan dan surga adalah balasan( pahala) dari Allah.

Wanita dalam hal tempat memang lebih utama sholat di rumah. Tapi seandainya ke masjid maka tidak boleh dilarang. intinya jika wanita bisa menjaga diri dan tidak mendatangkan fitnah maka diperbolehkan sholat di masjid tentu saja dengan izin suaminya kalau sudah punya. ganjarannya dalam hal tempat, kalau sholat di rumah lebih banyak pahalanya daripada sholat di masjid. Sedangkan dalam hal pelaksanaan lebih banyak pahala berjamaah daripada sholat sendiri.


Sejak zaman Nabi, kehadiran wanita untuk shalat berjamaah di masjid bukanlah sesuatu yang asing. Hal ini kita ketahui dari hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, di antaranya hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Kata beliau : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengakhirkan shalat ‘Isya hingga ‘Umar berseru memanggil beliau seraya berkata: ‘Telah tertidur para WANITA dan anak-anak. Maka keluarlah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau berkata kepada orang-orang yang hadir di masjid : “Tidak ada seorang pun dari penduduk bumi yang menanti shalat ini selain kalian.” (Shahih,  HR. Al-Bukhari no. 566 dan Muslim no. 638)
 
Aisyah radhiyallahu ‘anha juga berkata :“Mereka wanita-wanita mukminah menghadiri shalat Shubuh bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka berselimut dengan kain-kain mereka. Kemudian para wanita itu kembali ke rumah-rumah mereka seselesainya dari shalat tanpa ada seorang pun yang mengenali mereka karena masih gelap.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 578 dan Muslim no. 645)




Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha menceritakan : “Di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, para wanita yang ikut hadir dalam shalat berjamaah, selesai salam segera bangkit meninggalkan masjid pulang kembali ke rumah mereka. Sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan jamaah laki-laki tetap diam di tempat mereka sekedar waktu yang diinginkan Allah. Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bangkit, bangkit pula kaum laki-laki tersebut.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 866, 870)



Abu Qatadah Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku berdiri untuk menunaikan shalat dan tadinya aku berniat untuk memanjangkannya. Namun kemudian aku mendengar tangisan bayi, maka aku pun memendekkan shalatku karena aku tidak suka memberatkan ibunya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 868)
Beberapa hadits di atas cukuplah menunjukkan bagaimana keikutsertaan wanita dalam shalat berjamaah di masjid. Lalu sekarang timbul pertanyaan, apa hukum shalat berjamaah bagi wanita? Dalam hal ini wanita tidaklah sama dengan laki-laki. Dikarenakan ulama telah sepakat bahwa shalat jamaah tidaklah wajib bagi wanita dan tidak ada perselisihan pendapat di kalangan mereka dalam permasalahan ini.

Ibnu Hazm rahimahullah berkata (Al-Muhalla, 3/ 125): “Tidak diwajibkan bagi kaum wanita untuk menghadiri shalat maktubah (shalat fardhu) secara berjamaah. Hal ini merupakan perkara yang tidak diperselisihkan (di kalangan ulama).” Beliau juga berkata : “Adapun kaum wanita, hadirnya mereka dalam shalat berjamaah tidak wajib, hal ini tidaklah diperselisihkan. Dan didapatkan atsar yang shahih bahwa para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shalat di kamar-kamar mereka dan tidak keluar ke masjid.” (Al-Muhalla, 4/196 )


Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menyatakan : “Telah berkata teman-teman kami bahwa hukum shalat berjamaah bagi wanita tidaklah fardhu ‘ain tidak pula fardhu kifayah, akan tetapi hanya mustahab (sunnah) saja bagi mereka.” (Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, 4/188 )

Ibnu Qudamah rahimahullah juga mengisyaratkan tidak wajibnya shalat jamaah bagi wanita dan beliau menekankan bahwa shalatnya wanita di rumahnya lebih baik dan lebih utama. (Al-Mughni, 2/18 )
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah bersabda kepada para wanita : “Shalatnya salah seorang di makhda’-nya (kamar khusus yang digunakan untuk menyimpan barang berharga) lebih utama daripada shalatnya di kamarnya. Dan shalatnya di kamar lebih utama daripada shalatnya di rumahnya. Dan shalatnya di rumahnya lebih utama daripada shalatnya di masjid kaumnya. Dan shalatnya di masjid kaumnya lebih utama daripada shalatnya bersamaku.” (HR. Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam Shahih keduanya.




Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda : “Jangan kalian mencegah hamba-hamba perempuan Allah dari shalat di masjid-masjid-Nya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no.990 dan Muslim no. 442)

Dari keterangan di atas, jelaslah bagi kita akan keutamaan shalat wanita di rumahnya. Setelah ini mungkin timbul pertanyaan di benak kita: Apakah shalat berjamaah yang dilakukan wanita di rumahnya masuk dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “Shalat berjamaah dibandingkan shalat sendiri lebih utama dua puluh lima (dalam riwayat lain : dua puluh tujuh derajat)” . (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 645, 646 dan Muslim no. 649, 650)
Dalam hal ini Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullah menegaskan bahwa keutamaan 25 atau 27 derajat yang disebutkan dalam hadits khusus bagi shalat berjamaah di masjid dikarenakan beberapa perkara yang tidak mungkin didapatkan kecuali dengan dating berjamaah di masjid. (Fathul Bari, 2/165 -167 )

Dan kesimpulannya sholatnya wanita di masjid hukumnya mustahab/sunnah sebagaimana dikatakan oleh imam nawawi diatas. dgn catatan aman dr fitnah, tdk tabarruj, dan bisa menjaga diri, diizinkan oleh suami.
alhamdulilah. (Solihin Gubes)

Kaum Sarungan, 4 Februari 2012


1 komentar: