Berikut keterangan dari para ulama mengenai hokum menyentuh
al-Qur’an tanpa wudhu’, antara lain :
1.Berkata
Imam Nawawi :
“Haram hukumnya bagi orang yang berhadats mengerjakan shalat, thawaf, memegang mashaf dan menyentuh lembaran kertasnya. Begitu juga kulitnya berdasarkan pendapat yang sahih”. ( Minhaj al-Thalibin, dicetak pada hamis Hasyiah Qalyubi wa Umairah, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. I, Hal. 34-35)
“Haram hukumnya bagi orang yang berhadats mengerjakan shalat, thawaf, memegang mashaf dan menyentuh lembaran kertasnya. Begitu juga kulitnya berdasarkan pendapat yang sahih”. ( Minhaj al-Thalibin, dicetak pada hamis Hasyiah Qalyubi wa Umairah, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. I, Hal. 34-35)
2.Berkata Zainuddin al-Malibary :
“Haram hukumnya bagi orang yang berhadats mengerjakan shalat, thawaf, sujud tilawah, membawa mashaf dan membawa apa saja yang ditulis untuk belajar al-Qur’an, walaupun hanya sebagian ayat, seperti yang tertulis di atas papan pelajaran”. (Fathul Mu’in, dicetak pada hamisy I’anah at-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz, I, Hal. 65)
“Haram hukumnya bagi orang yang berhadats mengerjakan shalat, thawaf, sujud tilawah, membawa mashaf dan membawa apa saja yang ditulis untuk belajar al-Qur’an, walaupun hanya sebagian ayat, seperti yang tertulis di atas papan pelajaran”. (Fathul Mu’in, dicetak pada hamisy I’anah at-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz, I, Hal. 65)
1.Firman Allah : Artinya : Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada Kitab yang terpelihara (mashaf) Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci, yang
diturunkan dari Rabbil 'alamiin.(Q .S. al-Waqi’ah : 77-80)
Menurut keterangan Taqiyuddin Abu
Bakar bin Muhammad al-Husainy al- Damsyiqi al-Syafi’ i bahwa dhamir “hu” pada ayat tsb kembali kepada kitab
al-Qur’an dan al muthohharun bermakna orang yang suci. Sehingga makna ayat
tersebut adalah : “Tidak menyentuh kitab al-Qur’an itu kecuali oleh orang yang suci”. Mengembalikan
dhamir “hu ” kepada kitab Al-Qur’an karena Al-Qur’an adalah lafazh yang dekat penyebutannya.
Tidak mungkin memaknai al muthohharun dengan
makna malaikat, karena ayat ini adalah kalam istitsna yang mengandung naïf dan itsbat. Kalam nafi dan itsbat, hanya pada
sesuatu yang mempunyai kemungkinan diitsbat dan juga kemungkinan dinafikannya.
Ini hanya ada pada manusia, tidak pada malaikat, karena malaikat diciptakan
Allah dalam keadaan selalu suci. (KifayatulAkhyar, Darul Khair, Damsyiq, Juz.
I, Hal. 81)
2. Penafsiran sebagaimana tersebut
di atas didukung oleh hadits yang menceritakan bahwa Nabi SAW pernah mengirim
surat ke negeri Yaman dan dalam surat tersebut tertera perkataan Nabi SAW : “ laa yamassu alquran illaa thoohir..
(al-Qur’ an tidak boleh disentuh kecuali oleh orang yang suci).
Hadits diatas telah diriwayat oleh
Imam Malik dalam Kitab al-Muwatha’, Dar Ihya al-Turatsi al-Arabi, Mesir, Juz.
I,Hal. 199
Lengkapnya Di dalam hadits Nabi
shallallahu ‘alaihii wa sallam yang dimuat di dalam surat beliau kepada pegawainya
yang bernama Amru bin Hizam, beliau menyebutkan," laa yamassu alquran
illaa thoohir" artinya, “ Tidak boleh menyentuh al-Qur’an kecuali orang yang dalam kondisi suci.” (Muwaththa’ Imam Malik, kitab al- Qur’an, Hal. 199;
Sunan ad-Darimi, kitab ath-Thalaq (2183)) .
Hal ini merupakan kesepakatan para imam kaum muslimin bahwa orang yang dalam kondisi
berhadats kecil ataupun besar tidak boleh menyentuh mushaf.
Kesimpulan
1.Menyentuh Al-Qur’ an dengan tidak dalam keadaan suci, hukumnya adalah haram
2.Demikian juga membawanya, karena qiyas kepada menyentuh al-Qur’an.
1.Menyentuh Al-Qur’ an dengan tidak dalam keadaan suci, hukumnya adalah haram
2.Demikian juga membawanya, karena qiyas kepada menyentuh al-Qur’an.
Alhamdulilah.
Oleh : Solihin Gubes
Kaum Sarungan, 9 Februari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar