Rabu, 19 Desember 2012

"Ketika Anda temui di dalam Kitabku ini yg menyelisihi Sunnah Rosulillah SAW maka Berkatalah dg Sunnah dan tinggalkanlah Ucapanku"


Mengupas fatwa Imam syafi'i:
"Ketika Anda temui di dalam Kitabku ini yg menyelisihi Sunnah Rosulillah SAW maka Berkatalah dg Sunnah dan tinggalkanlah Ucapanku"

Telah menjangkit di kalangan kaum Muslimin sebuah Tipu Muslihat yang dilakukan oleh mujtahid2 millenium adab ini dalam rangka memporak porandakan persatuan Ummat bermadzhab dengan cara melempar bola panas di permukaan, setiap ada perkataan salah satu Imam yang ada celah untuk di salah tafsirkan, atau multi tafsir, serta merta mereka beramai2n melemparnya dalam ketenangan Ummat Islam

Kaum leterleg sangat suka jika Ummat Islam ini berebut kebenaran dengan membuka peluang memahami Nash-nash Agama dg cara mandiri dan bahkan tidak malu hanya dengan mengandalkan kitab-kitab terjemah yang memang sengaja di galakkan besar-besaran.

Kalimat-kalimat penjerat sangat deras diluncurkan seperti “Jangan bertaqlid buta, Ittiba’, jangan Ghuluw, jangan percaya kecuali telah di sebutkan Hadits sahihnya dll” seakan memang mereka sengaja membuat Lubang besar di mana akan di isi oleh Orang2 yang merasa dirinya telah setara dengan kemampunnya Imam Syafi,i atau Para Mujtahid yang lain. Karena berangkat dari kesomboongan dan Lalai dalam Adab, maka yang muncul belakangan adalah sebuah keonaran spiritual, kehancuran intlektual dan kebringasan sikap dalam Amal.

Kali ini kami akan mencoba menuliskan beberapa penjelasan tentang maksud perkataan Imam Al-Syafi,i yang di buat senjata oleh Kaumun Dajjalun di akhir Zaman yang sangat terkenal, mereka menginginkan Perkataan IImam Syaf,i ini di jadikan racun yang samar agar Kaum Muslimin tidak lagi Percaya kepada Kyainya, Ustadlnya, nenek moyangnya, dan para pendahulunya, dan selanjutnya akan jatuh dalam doktrin mereka, kemudian mendukung kejayaan dinasti Yahiyah yang ada.

Berikut ini adalah penjelasan Imam nawawi dalam Kitab Al wasit, juga ada dalam Majmu’ Syarah Muhaddlab:

(صح عن الشافعي رحمه الله أنه قال: إذا وجدتم في كتابي هذا خلاف سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم فقولو بالسنة ودعوا قولي)
وفي رواية )إذا صح الحديث خلاف قولي، فاعملوا بالحديث واتركوا قولي) أو قال( فهو مذهبي)
ورووا هذا المعنى بألفاظ مختلفة. وقد عمل بهذا أصحابنا في مسألة التثويب واشتراط التحلل في الإحرام بعذر المرض، وغيرهما من المسائل المعروفة في كتب المذهب.
وممن حُكي عنه من أصحابنا الإفتاء على مذهب الشافعي بالحديث نصه أبو يعقوب البويطي وأبو القاسم الداركي وممن نص عليه الإمام أبو الحسن الكيا الهراسي صاحب إمام الحرمين في كتابه في الأصول وصرح أصحابنا الجامعون بين الفقه والحديث باستعماله، ولم يقع ذلك إلا نادرا في مسائل قليلة، ومنه ما للشافعي فيه قول على وفق الحديث، وهذا الذي قاله الشافعي ليس معناه أن كل من رأى حديثا صحيحا قال: هذا مذهب الشافعي وعمل بظاهره، وإنما هذا فيمن له رتبة الاجتهاد في المذاهب أو قرب منه، وشرطه أن يكون له خبرة بالأحاديث بحيث يغلب على ظنه أنه لا يعارضه حديث يترجح عليه، وأن يغلب على ظنه أن الشافعي لم يقف أو لم يعلم بصحته وهذا إنما يكون بعد مطالعته كتب الشافعي كلها ونحوها من كتب الآخذين عنه، وسائر أصحابه، وهذا شرط صعب قل من يتصف به .

Imam Nawawi mengatakan dalam kitab Syarahnya Al wasith: Telaj sahih dari Imam Syafi,i bahwa Beliau berkata; “Ketika Anda temui di dalam Kitabku ini yg menyelisihi Sunnah Rosulillah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam maka Berkatalah dg Sunnah dan tinggalkanlah Ucapanku” dan dalam sebagian Riwayat mengatakan: ” Ketika Sahih sebuah Hadits yg menyelisihi Ucapanku, maka beramallah dengan Hadits dan tinggalkan Ucapanku”. Atau perkataan Imam Syafi,i yang lain “Maka itulah Madzhabku”. Para periwayat meriwayatkan dg lafadh2 yang berbeda. dan Para Sahabt Kami (Pengikut Imam Syafi,i) mengamalkan perkataan Beliau ini dalam Masalah Mengirim pahala dan Syarat Tahallul dalam Ihram ketika Sakit dll dari apa yg terdapat dalam kitab2 Madzhab. Dan ada sebuah cerita dari sahabat Kita (Pengikut Imam Syafi,i) berfatwa dengan berdasarkan Madzhab Syafi,i dengan Hadits yang Nashnya ada pada Abu Ya’qub al Buwaythi dan Abu Qosim al Daroki dan juga Al Imam Abu Al Hasan al Kayal harosi temannya Imam Haromain dalam kitab Ushul. dan Para Sahabat Kami yang mengumpulkan antara Fiqih dan Hadits (Ahli di bidang Hadits dan Fiqih pen) memakai fatwa tersebut, dan hal itu tidak terjadi kecuali memang jarang terjadi dalam masalah2 yg sedikit, dan yang termasuk di jadikan sandaran itu adalah apa yang bersumber dari Imam Syafi,i tentang wajibnya Mencocoki Hadits, dan perkataan Imam Syafi,i ini bukan berarti “KETIKA SESEORANG MENEMUKAN HADTS SAHIH MAKA DIA MENGATAKAN INILAH MADZHAB IMAM SYAFI,I DAN MENGAMALKAN DHAHIRNYA HADITS SAJA” , tetapi Perkataan Beliau ini tertuju kepada Orang yg telah mencapai Derajat “IJTIHAD MADLHAB” (Belum mencapai mujtahid Mustaqil pen/ seseorang yang telah mempunyai kapasitas memahami Nash2 dari Pencipta Mdzhab atau Mujtahid Muthlaq pen), atau yang sederajat, dan Syarathnya adalah seseorang itu telah melimpah kedalaman pengetahuannya dalam Hadits sehingga dia tidak menyangka bahwa Imam Syafi,i tidak melakukan pembandingan dg hadits yg menjadi Hujjah dia, dan agar dia tidak menyangka bahwa Imam Syafi,i tidak memahami atau tidak mengetahui kesahihan Hadits tersebut. Demikian ini bisa di tempuh setelah dia mentelaah Kitab2 Imam Syafi,i semuanya dan Kitab2 serupa yang di sarikan dari Kitab Beliau, dan Semua Ashhab (Murid2) nya. dan ini semua adalah Syarat yg sulit di penuhi, sangat sedikit orang yg memenuhi kriteria tersebut”.

Inilah penjelasan Imam Nawawi yang panjang lebar mengenahi perkataan Imam Syafi,i yang begitu sederhana, namun memiliki kandungan arti yang begitu luas dan dalam, lebih lanjut Imam Nawawi lebih mempertegas lagi dg alasan2 yang ilmiyyah sebagai berikut:

وانما شرطوا ما ذكرناه، لأن الشافعي رحمه الله ترك العمل بظاهر أحاديث كثيرة رآها وعلمها، لكن قام الدليل عنده على طعن فيها أو نسخها أو تخصيصها أو تأويلها أو نحو ذلك.

“Para Ulama mensyaratkan seperti apa yang telah aku sebut di atas, karena pada kasusnya Imam Syafi,i Rohimahullah banyak meninggalkan amalan dg dhohirnya hadits, padahal Beliau telah melihat dan mengetahuinya, tetapi Bagi Beliau mendirikan sebuah dalil dg Hadits2 tersebut di perlukan perbandingan, dalam hal nasahnya, takwilnya, kekhususannya dll”.

قال الشيخ أبو عمرو بن الصلاح رحمه الله: ” ليس العمل بظاهر ما قاله الشافعي بالهين، فليس كل فقيه له الاستقلال بالعمل بما يراه حجة من الحديث، وممن سلك هذا المسلك من الشافعيين من عمل بحديث تركه الشافعي عمدا مع علمه بصحته لمانع اطلع عليه وخفي على غيره كأبي الوليد موسى بن أبي الجارود صاحب الشافعي قال صح حديثأفطر الحاجم والمحجومفردوا ذلك على أبي الوليد لأن الشافعي تركه مع علمه بصحته لكونه منسوخا عنده وبيّن الشافعي نسخه واستدل عليه

“Al Syaikh Abu ‘Amru bin Dhalih Rohimahullalh: tidak boleh beramal dg dzahirnya perkataan Imam Syafi,i tersebut dg serampangan/mudah, bagi seorang yang Faqih tidaklah cukup mengamalkan dg Dzahirnya hadits yg dia lihat saja, salah sorang yang menempuh jalan seperti ini dari kalangan Ulama Madzhab Syaf,i seperti Abi Al Walid Musa bin Abi al Jarwad (Murid Imam Syafi,i) sengaja mengamalkan amalan yg di tinggalkan Imam Syafi,i yang mana Beliau tahu kesahihan Hadits yang di pakai dalil oleh Beliau, hal ini di tempuh karena Abil Walid mendapati sebuah alasan penolakan atas Hadits yg telah ia telaah dan tersamar atas hadits yang lainnya, seperti ketika dia mengatakan: Hadits Batallah orang yang di bekam dan yang membekam ini Sahih, tetapi Imam Syafi,i meninggalkannya (tidak di buat sebagai Hujjah batalnya Puasa) padahal Beliau tahu bahwa hadits tersebut sahih, tapi menurut pengetahuan Beliau hadits tersebut telah di nasah, hal ini di jelaskan Oleh Beliau dan di jadikan sebagai dalil”

Demikian sekelumit penjelasan Imam Nawawi yang saya nuqil dari Kitab Majmu’ Syarah Muhaddzab, dan sebenarnya masih banyak lagi penjelasan2 dari beberapa pakar seperti Imam Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah (Beliau adalah salah satu Murid Imam Muzani), Imam Al Subki sampai mengarang Kitab Khusus dalam menjelaskan Perkataan Imam Syafi,i di atas, Imam Al Subki ini adalah penerus dari Imam Nawawi ketika Beliau keburu wafat dalam mengarang Kitab Majmu’. Kiranya cukup sudah penjelasan Imam Nawawi di atas apa maksud dari perkataan Imam Syfi,i, intinya Perkataan tersebut bukan untuk umum, apalagi bagi orang2 yang pengetahuan Haditsnya masih bisa di bilang di bawah Nol.

Terlepas dari apa yang di jelaskan Imam Nawawi di atas, sebenarnya jika kita mau jujur dan tahu diri seberapa dalamkah Ilmu pengetahuan kita, hingga berani mengambil sikap untuk mengorek, menyelidiki, menyimpulkan Natijah Hadits yg kebetulan kita baca sebagai dalil dan kesimpulan akan benar dan tidaknya amalan kita?, jika kita memahami apa adanya Perkataan Imam Syafi,i tersebut yang sebenarnya hanya di peruntukkan kepada Kaum Intlektual, itu sama artinya kita telah mendaulat diri sendiri setara dengan kemampuan Imam Syafi,i atau mengaku telah mempunyai kemampuan intlektual yang tinggi.

Perkataan Imam Syafi,i sebenarnya juga senada dari Para Imam yang 4, yang pada intinya ada pelarangan untuk bertaqlid kepada Beliau2, tetapi penjelasannya juga bisa di sama artikan dg penjelasan Imam Nawawi di atas. Dan yang sangat harus di perhatikan adalah jangan bermain2 dengan fatwa para Imam tersebut, betapa pentingnya sanad dalam ilmu itu.

Wallahu a'lam.
Semoga bermanfaat, insya Allah, aamiin ^_^

Taman Hati
Kaum Sarungan, 5 Februari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar