Rabu, 18 September 2013

Mencuri dan Hutang tidak mau bayar berbeda


Pertanyaan oleh : D'cha Centìél Sukha Usìél

Pengen tanya suatu nie tadz..boleh ya..?

Ambil barang orang lain tanpa sepengetahuannya adalah MENCURI..apakah termasuk berhutang sama orang dan tidak mau bayar..!
Bila itu termasuk dalam MENCURI..jadi seseorang sadar dan ingin membayar UANG tersebut..bagaimana cara membayar UANG (curian,hutang) tersebut bila kita tidak tau lagi dimana alamat pemilik UANG tsb..!

Syukran ustadz..



Jawaban :


mencuri dengan hutang tidak mau bayar jelas berbeda mbak.
Kalau mau bayar hutang dengan orang yang tidak tahu sekarang dimana alamatnya dan sudah berusaha dicari secara maksimal. bisa dibayar kepada ahli warisnya. Kalau tidak ada juga lebih baik disodaqohkan uangnya dan diniatkan pahalanya untuk orang yang anda hutangi.

Ghoshob adalah minjam tanpa ijin. Sedangkan meminjam dengan niat tidak akan mengembalikan itu namanya penipuan. beda dengan mencuri. Kalau mencuri itu mengambil barang yang bukan haknya tanpa ijin yang punya dengan maksud untuk memiliki barang tersebut. penerapan hukumnyapun berbeda, Kalau mencuri barang atau uang sampai batas yang ditentukan dan mencurinya di tempat barang atau uang itu semestinya ditempatkan maka dihadlah pencurinya. kecuali pemiliknya memaafkan.
Sedangkan kalau meminjam dengan niat tidak akan mengembalikan tidaklah dihad. kewajibannya hanya mengembalikan barang atau uang yang dipinjam. dan hakim berhak memaksanya mengembalikan barang/ uang yang dipinjam.
(Solihin Gubes)



Hutang itu wajib hukumnya di bayar seandainya belum dapat uang atau sesuatu untuk dibayarnya maka bukan berarti hilang atau gugur tanggung jawabnya membayar hutang.

Jika seorang yang membayar hutangnya tetapi si piutangnya itu telah meninggal dunia maka diserahkan kepada Ahli warisnya atau bila tidak ada ahli warisnya maka dibayarkan kepada seorang Qodhi (hakim) yang dipercaya dalam hal ini suatu badan pemerintahan yang mengurus hal2 tersebut, akan tetapi bila juga tidak di dapatkan maka diberikan kepada orang alim yang menjalankan agamanya, maka jika tidak diperoleh juga maka diberikan untuk maslahat atau urusan2 umum seperti jalanan atau pembangunan jembatan yang diperlukan dengan niat Akan Menggantikan Ahli Warisnya Bila ditemukan, jika tidak ada juga maka tidak ada jalan lain untuk hal ini disedekahkan kepada orang yang butuh (menghajatinya)


Sebagaimana didalam kitab Salalimul Fudhola Syarah Mandzumah Hidayatul Adzkiya ilaa Thoriqil Awliya karangan Syekh Muhammad Nawawi Albantani hal 16 :

Fa In Maata Almustahiqqu Sallamahu ilaal waritsi..ilaa akahir,
Artinya :
Maka jika telah meninggal orang yang mustahiq maka diserahkanlah kepada Ahli warisnya, jika tidak ada ahli waris dan terputus beritanya , maka diserahkan kepada Qodhi kepercayaan, maka jika tidak ada Maka diserahkan kepada orang alim yang patuh menjalankan agamanya maka jika tidaka ada, maka dipalingkan kepadanya tuk maslahat umum seperti pembangunan jembatan dengan niat ia menggantikannya apabila bertemu dengan ahli waris tuan hutang itu, Maka jika ia lemah daripadanya atau kesukaran padanya karena takut atau lainnya maka bolehlah ia menyedekahkan kepada orang yang berhajat menurut tingkatan hajatnya.
(Ilham Sandy Firtha)

Kaum Sarungan, 11 September 2012




Tidak ada komentar:

Posting Komentar