Kamis, 19 September 2013

Hukum operasi sesar, status mandi wiladah dan nifasnya



Pertanyaan :
1.Bagaimana hukumnya
persalinan dengan cara operasi bedah sesar ?

Jawaban :
Operasi sesar adalah operasi
yang bertujuan untuk mengeluarkan janin dari perut ibunya, baik itu dilakukan setelah janin tersebut sempurna penciptaannya atau sebelumnya. Terdapat dua kondisi
diperbolehkannya melakukan
operasi sesar :

1.Dhorurot, yaitu keadaan
dikhawatirkannya keselamatan ibu, janinnya atau keselamatan keduanya, seperti pada kondisi kehamilan diluar rahim, kematian ibu yang sedang mengandung dan tergoncangnya rahim. Dalam kondisi seperti ini operasi cesar boleh dilakukan, bahkan wajib jika memang itumerupakan jalan satu-satunya untuk menyelamatkan bayi atau wanita yang mengandungnya.

2. Hajat, yaitu keadaan dimana
dokter merasa perlu untuk melakukan operasi yang disebabkan sulitnya melahirkan secara normal, dan akan menimbulkan bahaya yang menghawatirkan akan menyebabkan kematian bayi atau ibunya, seperti operasi yang dilakukan karena sempitnya rahim atau rahim sang ibu lemah. Pada keadaan seperti ini para dokter lah yang memutuskan apakah melakukan operasi atau tidak, bukan atas permintaan wanita yang akan melahirkan atau suaminya yang menginginkan terhindar
dari kesakitan saat melahirkan.
Dokter yang memutuskan untuk melakukan operasi dengan mempertimbangkan kondisi wanita tersebut, apakah mampu untuk melahirkan secara normal atau
tidak, selain itu
dipertimbangkan juga tentang efek yang akan ditimbulkan, jika memang bahaya yang akan ditimbulkan diluar kemampuan wanita tersebut atau akan membahayakan keselamatan janin maka diperbolehkan untuk melakukan operasi jika memang tak ada cara lain yang bisa dilakukan.

Referensi :
1.Ahkamul Jirohah Ath
Thibbiyyah Wal Atsar Al Mutarottibah Alaiha, Hal : 154-158


Pertanyaan :
2. Apakah diwajibkan bagi
wanita tersebut untuk melakukan mandi wiladah setelah melakukan operasi ?

Jawaban :
Para Fuqoha’ dalam hal ini
berbeda pendapat. Sebagian menggolongkan persalinan dengan jalan operasi sebagai wiladah, dengan demikian tetap wajib mandi wiladah. Sedangkan sebagian lagi yang lain, menganggapnya bukan wiladah, maka mandi wiladah tidak lagi menjadi sebuah kewajiban.

Referensi :
1.Qutul Habib Al Ghorib, Hal :
25
2.Hasyiyah Al Bujairomi Ala
Syarhil Manhaj, Juz : 1 Hal : 90
3. Hasyiyah Bujairomi Alal
Khotib, Juz : 1 Hal : 205
4. Hasyiyah Al Baijuri Ala
Syarhi Ibnul Qosim, Juz : 1 Hal : 74


Solihin Gubes Pertanyaan :
3.Bagaimana status nifas
wanita tersebut ?

Jawaban :
Darah yang keluar setelah
melakukan kelahiran bayi dengan jalan operasi tersebut tidak termasuk darah nifas dan bukan pula darah haidl, maka tidak ada konsekuensi hokum apapun kecuali ia adalah sesuatu yang najis.

Referensi :

1.Al Mausu'ah Al Fiqhiyah Al
Kuwaitiyah, Juz : 14 Hal : 16
2. Hasyiyah At Thohawi Ala
Muroqil Falah, Hal : 75
3.Al Fiqhu Alal Madzahib Al
Arba'ah, Juz : 1 Hal : 121


( Disalin dengan perubahan dari hasil keputusan Bahtsul Masa'il LBM NU Sumenep )

Oleh : Solihin Gubes
Kaum Sarungan, 11 September 2012
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar