Selasa, 13 November 2012

HEWAN HARAM DAN YANG HALAL

HEWAN HARAM DAN YANG HALAL

 


Dalam soal halal atau haramnya memakan hewan, ada sebuah kaidah fikih yang menyatakan:
jika dalam satu hewan terdapat aspek yang menghalalkan dan aspek yang mengharamkan, maka yang dimenangkan adalah aspek yang mengharamkan.
Sebagai contoh, hewan yang lahir dari pasangan babi (haram) dan kambing (halal) dalam soal hukum memakannya adalah mengikuti unsur sang babi. Artinya, anak yang lahir dari pasangan campuran tsb adalah haram. Hubungan kaidah di muka dengan kodok, rajungan, kepiting dan penyu:

1. Kodok
adalah spesis hewan yang dapat hidup di dua tempat, air dan darat (ampibi). Kalau melihatnya sebagai hewan yang dapat hidup di air maka ia adalah halal dimakan. Rasul SAW. mengatakan:
"Ia (laut) adalah yang suci airnya dan yang halal bangkainya" (Turmudzi dan Nasa i).
Artinya, segala hewan yang dapat hidup di air adalah halal dimakan. Namun melihatnya sebagai hewan yang dapat hidup di darat, ia adalah jenis hewan melata yang dianggap menjijikkan, sehingga memakannya adalah haram. Menurut alur fikih demikian ini, yang didukung oleh ulama-ulama Syafi'iyah, maka kodok adalah hewan yang haram dimakan. Karena ia mengandung unsur haram (darat) dan unsur halal (laut), dan sesuai dengan kaidah di muka, maka yang menentukan adalah unsur haramnya. Di samping itu sebagian besar ulama (selain Malikiyah) mengharamkan kodok karena Nabi saw. melarang membunuh kodok (HR. Abu Dawud, Ahmad, dll).
Biasanya Nabi melarang membunuh suatu hewan itu adakalanya karena haram memakannya, atau karena memulyakannya, atau kedua-duanya.

2. Rajungan
halal, karena ia ternasuk hewan yang hanya mampu hidup di laut (air).

3. Kepiting
Para ulama di Indonesia, yang merupakan pengikut madzhab Syafi'iyah, berselisih pendapat, sesuai dengan asumsinya masing-masing. Sebagian mengatakan, bahwa kepiting adalah jenis hewan ampibi, maka hukumnya haram dimakan. Dan sebagian yang lain mengatakan, bahwa ia hanya mampu hidup di air saja, maka ia halal dimakan. Kalau menurut saya, ia adalah jenis hewan yang hanya mempu hidup dengan bantuan air. Ia mampu hidup di darat asalkan ditaruh ditempat yang basah. Jadi, ia adalah halal dimakan.

4. Penyu
Menurut ulama-ulama Syafi'iyah, ia haram dimakan karena dianggap sebagai hewan darat atau setidak-tidaknya ia adalah jenis hewan ampibi. Sementara menurut Malikiyah, hewan dianggap sebagai jenis "hewan air", jika ia mampu hidup di dalam air, walaupun juga mampu hidup di daratan. Sehingga menurut teori fikih Malikiyah ini, katak, rajungan dan kepiting hukumnya halal. Adapan penyu menurut Imam Malik, mempunyai dua jenis, yang pertama adalah jenis air (sulahfaah) dan jenis darat (tursul maa'). Jenis pertama halal (walaupun tanpa disembelih) dan jenis kedua halal dengan syarat harus disembelih secara syar'iy.

Oleh : Sunten Negeri Atas Awan
Kaum Sarungan, 20 Februari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar