Minggu, 31 Maret 2013

Shalat Qadla 5 Waktu di Jum’at Terakhir Ramadhan


Mengenai shalat kafarat (mengqodlo sholat lima waktu) adalah kebiasaan yang dilakukan oleh beberapa sahabat, diantaranya oleh Ali bin Abi Thalib kw, dan terdapat sanad yang muttashil dan tsiqah kepada Ali bin Abi Thalib kw bahwa beliau melakukannya di Kufah. Dan yang memproklamirkan kembali hal ini adalah AL Imam Al Hafidh Al Musnid Abubakar bin Salim rahimahullah, yaitu dilakukan pada setelah shalat jumat, pada hari jumat terakhir di bulan ramadhan, mengQadha shalat lima waktu, Tujuannya adalah barangkali ada dalam hari hari kita shalat yang tertinggal, dan belum di Qadha, atau ada hal hal yang membuat batalnya shalat kita dan kita lupa akannya maka dilakukan shalat tersebut.

Mereka melakukan hal itu menilik keberkahan dan kemuliaan waktu hari jumat dan bulan Ramadhan. Adapun tatacaranya adalah sholat dengan niat qadha` . pertama sholat dhuhur, kemudian setelah salam langsung bangun sholat ashar qadha` dan begitu seterusnya sampai sholat subuh.
Barangsiapa selama hidupnya pernah meninggalkan sholat tetapi tak dapat menghitung jumlahnya, maka sholatlah di hari Jum’at terakhir bulan Ramadhan sebanyak 4 rakaat dengan 1x tasyahud (tasyahud akhir saja), tiap rakaat membaca 1 kali Fatihah kemudian surat Al-Qadar 15 X dan surat Al-Kautsar 15 X . Niatnya: ” Nawaitu Usholli arba’a raka’atin kafaratan limaa faatanii minash-shalati lillaahi ta’alaa”
MengQadha shalat tentunya wajib hukumnya bagi mereka yang meninggalkan shalat, namun tidak ada larangannya melakukan shalat fardhu kembali karena hukum shalat I’adah adalah hal yang diperbolehkan. Dan selama hal ini pernah dilakukan oleh para sahabat maka pastilah Rasul saw yang
mengajarkannya, mengenai tak teriwayatkannya pada hadits shahih maka hal itu tak bisa menafikan hal ini selama terdapat sanad yang tsiqah dan muttashil pada sahabat atau tabiin. Sebab hadits yg ada kini
tak sampai 1% dari hadits hadits Rasul saw yg ada dizaman sahabat, Anda bisa bayangkan Jika Imam
Ahmad bin Hanbal telah hafal 1 juta hadits dengan sanad dan hukum matannya, namun ia hanya mampu menulis sekitar 20 ribu hadits pada musnadnya, sisanya tak tertulis, lalu kemana 980 ribu hadits lainnya?, sirna dan tak tertuliskan, demikian pula Imam Bukhari yg hafal lebih dari 600 ribu hadit dg
sanad dan hukum matannya namun beliau hanya mampu menuliskan sekitar 7000 hadits pada shahihnya dan beberapa hadits lagi pada buku2 beliau lainnya, lalu kemana 593 ribu hadits lainnya?. sirna dan tak sempat tertuliskan, Namun ada tulisan tulisan dan riwayat sanad yang dihafal oleh
murid-murid mereka, disampaikan pula pada murid murid berikutnya, nah demikianlah sanad yang sampai saat ini tanpa teriwayatkan dalam hadits shahih. Tentunya jalur mereka yang tak sempat terdata secara umum, namun masih tersimpan jalurnya dengan riwayat tsiqah dan muttashil kepada para sahabat. Hal ini merupakan Ikhtilaf, boleh mengamalkannya dan boleh meninggalkannya.
Setelah sholat sehabis salam membaca shalawat Nabi sebanyak 100 kali dengan shalawat apa saja, membaca Basmalah, Hamdalah, Istighfar, syahadat dan Doa ini tiga kali :
Allahumma yaa man laa tan-fa’uka tha’atii wa laa tadhurruka ma’shiyatii taqabbal minnii ma laa
yanfa’uka waghfirlii ma laa yadhurruka ya man idzaa wa ‘ada wa fii wa idzaa tawa’ada tajaa wa za wa’afaa ighfirli’abdin zhaalama nafsahu wa as’aluka. Allahumma innii a’udzubika min bathril ghinaa wa jahdil faqri ilaahii khalaqtanii wa lam aku syai’an wa razaqtanii wa lam aku syaii’in wartakabtu al-
ma’ashii fa-innii muqirun laka bi-dzunuubii. Fa in ‘afawta ‘annii fala yanqushu min mulkika syai’an wa-in adzdzaabtanii falaa yaziidu fii sulthaanika syay-’an. Ilaahii anta tajidu man tu’adzdzi buhu ghayrii wa-anaa laa ajidu man yarhamanii ghaiyraka aghfirlii maa baynii wa baynaka waghfirlii ma baynii wa bayna khlaqika yaa arhamar rahiimiin wa yaa raja’a sa’iliin wa yaa amaanal khaifiina irhamnii birahmatikaal waasi’aati anta arhamur rahimiin yaa rabbal ‘aalaamiin. Allahummaghfir lil mukminiina wal mukminaat wal musliimina wal muslimaat wa tabi’ baynana wa baynahum bil khaiyrati rabbighfir warham wa anta khairur-rahimiin wa shallallaahu ‘alaa sayidina Muhammadin wa ‘alaa alihii wa shahbihi wasallama tasliiman katsiiran amiin. (3kali)
Artinya;
Yaa Allah, yang mana segala ketaatanku tiada artinya bagiMu dan segala perbuatan maksiatku tiada
merugikanMu. Terimalah diriku yang tiada artinya bagiMu. Dan ampunilah aku yang mana ampunanMu itu tidak merugikan bagiMu. Ya Allah, bila Engkau berjanji pasti Engkau tepati janjiMu. Dan apabila Engkau mengancam, maka Engkau mau mengampuni ancamanMu. Ampunilah hambaMu ini yang telah
menyesatkan diriku sendiri, aku telah Engkau beri kekayaan dan aku mengumpat di saat aku Engkau beri miskin. Wahai Tuhanku Engkau ciptakan aku dan aku tak berarti apapun. Dan Engkau beri aku rizki sekalipun aku tak berarti apa-apa, dan aku lakukan perbuatan semua ma’siat dan aku mengaku padaMu dengan segala dosa-dosaku. Apabila Engkau mengampuniku tidak mengurangi keagunganMu sedikitpun, dan bila Kau siksa aku maka tidak akan menambah kekuasaanMu, wahai Tuhanku, bukankah masih banyak orang yang akan Kau siksa selain aku. Namun bagiku hanya Engkau yang dapat mengampuniku.
Ampunilah dosa-dosaku kepadaMu. Dan ampunilah segala kesalahanku di antara aku dengan hamba-hambaMu. Ya Allah Yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih dan tempat pengaduan semua pemohon
dan tempat berlindung bagi orang yang takut. Kasihanilah aku dengan pengampunanMu yang luas. Engkau yang Maha Pengasih dan Penyayang dan Engkaulah yang memelihara seluruh alam yang ada.
Ampunilah segala dosa-dosa orang mu’min dan mu’minat, muslimin dan muslimat dan satukanlah aku dengan mereka dalam kebaikan. Wahai Tuhanku ampunilah dan kasihilah. Sesungguhnya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Washollallahu ‘Ala sayyidina Muhammadin wa’ala alihi wasohbihi wasalim tasliiman kasiira. Amin. Diambil dari kitab “Majmu’atul Mubarakah”, susunan Syekh Muhammad Shodiq Al-Qahhawi.
(oleh: Habib Munzir al-Musawa dan dari berbagai sumber lain.)


Oleh : Solihin Gubes
Kaum Sarungan, 17 Agustus 2012 

Rabu, 27 Maret 2013

Puasa Syawal


Suasana kita masih di bulan syawwal maka tidak ada salahnya mengingatkan diri sendiri dan kepada jamaah tadarus/kajian al-Qur'an semua untuk bersama-sama menjaga salah satu akan Sunnah Rasul shallallahu 'alaihi wasallam, sebagaimana sabda beliau:
"Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun"(HR. Muslim dari Abu Ayyub Al-Anshari).

Dan dilain hadits Imam Ahmad dan An-Nasa'i, meriwayatkan dari Tsauban, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa Ramadhan (ganjarannya) sebanding dengan (puasa) sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari (di bulan Syawal, pahalanya) sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka itulah bagaikan berpuasa selama setahun penuh."

Membiasakan puasa setelah Ramadhan memiliki banyak manfaat, di antaranya :

Merupakan pelengkap dan penyempurna pahala dari puasa setahun penuh. Puasa Syawwal dan Sya'ban bagaikan shalat sunnah rawatib, berfungsi sebagai penyempurna dari kekurangan, karena pada hari Kiamat nanti perbuatan2 fardhu akan disempurnakan atau dilengkapi dengan perbuatan2 sunnah.
Sebagaimana keterangan yang dating dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di berbagai riwayat. Mayoritas puasa fardhu yang dilakukan kaum muslimin memiliki kekurangan dan ketidak sempurnaan, maka hal itu membutuhkan sesuatu yang menutupi dan menyempurnakannya. Membiasakan puasa setelah Ramadhan menandakan diterimanya puasa Ramadhan, karena apabila Allah Ta'ala menerima amal seseorang hamba, pasti Dia menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya. Sebagian orang bijak mengatakan:
"Pahala amal kebaikan adalah kebaikan yang ada sesudahnya." Oleh karena itu barangsiapa mengerjakan kebaikan kemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan
tanda atas terkabulnya amal pertama. Demikian pula sebaliknya, jika seseorang melakukan suatu kebaikan lalu diikuti dengan yang buruk maka hal itu merupakan tanda tertolaknya amal yang pertama. Puasa Ramadhan dapat mendatangkan maghfirah atas dosa2 yang lalu. Orang yang berpuasa Ramadhan akan mendapatkan pahalanya pada hari Raya'ldul Fitri yang merupakan hari pembagian hadiah, maka membiasakan puasa setelah 'Idul Fitri merupakan bentuk rasa syukur atas nikmat ini. Dan sungguh tak ada nikmat yang lebih agung dari pengampunan dosa-dosa. Oleh karena itu termasuk sebagian
ungkapan rasa syukur seorang hamba atas pertolongan dan ampunan yang telah dianugerahkan kepadanya adalah dengan berpuasa setelah Ramadhan.
Tetapi jika ia malah menggantinya dengan perbuatan maksiat maka ia termasuk kelompok orang yang
membalas kenikmatan dengan kekufuran. Apabila ia berniat pada saat melakukan puasa untuk kembali
melakukan maksiat lagi, maka puasanya tidak akan terkabul, ia bagaikan orang yang membangun
sebuah bangunan megah lantas menghancurkannya kembali.
*****
by; muhammad SM

diriwayatkan dari Ayyub r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
"Barang siapa berpuasa Ramadhan dan meneruskannya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, berarti dia telah berpuasa satu tahun." (HR. Imam Muslim dan Abu Dawud).

Dan masih hadits yang sama dengan perawi lain. (HR. Ibn Majah).

Dalam hadits tersebut diterangkan, bahwa pahala orang yang berpuasa Ramadhan dan enam hari di bulan Syawwal sama pahala dengan puasa setahun. Karena satu pahala kebaikan nilainya sama dengan sepuluh kali kebaikan (QS. Al-An' am:160). Jika satu kebaikan dihitung sepuluh pahala, berarti puasa Ramadhan selama satu bulan dihitung sepuluh bulan. Dan puasa enam hari di bulan Syawwal dihitung dua bulan. Jadi total jumlahnya adalah satu tahun.
(Solihin Gubes)

Tapi buat sahabat yang punya hutang puasa Ramadhan, puasanya di qadha dulu ya.. baru lanjut puasa syawal.... Afwan
(Salfina Anwar)


Kaum Sarungan, 22 Agustus 2012

Selasa, 26 Maret 2013

Biografi Hasan Al-Bashri


Hasan Al-Bashri, Ulama Berwibawa Pengingat Penguasa
Rina Yuliana - detikramadan

Nama lengkapnya Hasan bin Yasar Al-Bashri, biasa dipanggil Abu Sa'id. Ia dilahirkan di madinah
tahun 21 H pada masa pemerintahan Umar bin Al-Khatab. Ayahnya, Yasar, adalah Maula Yazid bin Tsabit, dan ibunya, Khairah, adalah maulah Ummu Salamah, Ummul Mukminin. Ia menghafal Alquran pada masa pemerintahan Utsman bin Affan. Ia adalah ulama terkemuka bashrah yang terkenal fasih dan termasuk seorang ahli hikmah.
Ia pernah menjadi sekretaris gubernur Khurasan, Rabi'bin Ziyad, pada masa pemerintahan Mu'awiyah
bin Abi Sufyan. Ia sering ikut berperang dan berjihad di jalan Allah. Ia pernah mengatakan, "Dirham tidak akan membuat seseorang mulia, melainkan justru dia akan dihinakan Allah".

Hasan Al-Bashari adalah seorang ulama yang ensiklopedik, memiliki derajat yang tinggi, faqih, tsiqah,
terpercaya, ahli ibadah, pengetahuannya luas, tutur katanya fasih, dan berwajah tampan. Imam Al-Ghazali pernah berkata, "Hasan Al-Bashri adalah orang yang paling mirip perkataannya dengan perkataan para Nabi, dan orang yang paling dekat petunjuknya dengan petunjuk para sahabat".
Maslamah bin Abdul Malik pernah berkata, "bagaimana mungkin suatu kaum akan sesat jika ditengah-
tengah mereka ada orang seperti Hasan Al-Bashri". Ia adalah seorang ulama yang berwibawa dan memiliki derajat yang tinggi.

Ia sering menemui para penguasa dan menyuruh mereka berbuat makruf dan mencegah mereka dari
perbuatan munkar. Ia tidak pernah merasa takut menghadapi siapa pun. Ia pernah ikut berperang bersama sekelompok sahabat untuk membebaskan wilayah Khurasan. Di dalam medan pertempuran, ia
adalah seorang prajurit yang pemberani.

Yazid bin Hausyab berkata, "Aku belum pernah melihat orang yang paling takut terhadap neraka selain
Hasan Al-Bashari dan Umar bin Abdul Aziz. Karena saking takutnya, seolah neraka tidak dicipta kecuali
untuk mereka berdua".
Suatu hari, Hasan Al-Bashri menangis. Lalu ada yang bertanya, "Faktor apa yang membuatmu menangis, wahai Hasan?" ia menjawab, "Aku khawatir besok Allah melemparkanku ke dalam api neraka, dan Dia tidak peduli".

Tatkala Umar bin Abdul Aziz terpilih menjadi khalifah, ia melayangkan sepucuk surat kepada Hasan Al-
Bashri. Dalam surat tersebut, Umar menulis, "aku telah diuji dengan jabatanku yang baru ini, maka
bantulah aku untuk mencari orang-orang yang dapat membantuku menjalankan pemerintahan".
Hasan menjawab, "Orang-orang yang cinta dunia pasti tidak anda kehendaki, sementara orang-orang
yang cinta akhirat pasti tidak ingin membantu anda dalam pemerintahan. Karena itu, hendaklah
anda memohon pertolongan dari Allah".

Ia meriwayatkan hadist dari Imran bin Hushain, Mughirahbin Syu'bah, dan Nu'man bin Basyir. Di antara
perawi yang meriwayatkan hadist darinya adalah Malik bin Dinar, Hamid Ath-Thawil, dan Abu Asyhab.

Hasan meninggal di Bashrah tahun 110 H dalam usia 89 tahun. Jika ditemukan nama "Al-Hasan" di dalam
kitab-kitab fiqih, hadits, biografi perawi hadits, Zuhud, akhlak, dan tashawuf, maka yang dimaksud adalah Hasan Al-Bashri.

Sumber : Buku Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah karya Syaikh Muhammad Sa'id Mursi.

Oleh : Solihin Gubes
Kaum Sarungan, 25 Agustus 2012