Senin, 20 Mei 2013

KURUN DAN TINGKATAN ULAMA FIQH AHLUS SUNAH WAL JAMAAH


Era masa dan tingkatan ulama sangat jarang disinggung dalam kitab-kitab salaf pada umumnya, itu karena terbentur pada pembahasan isi kitab tersebut. Namun sisi lain ada pula ulama setelahnya menjelaskan atau bahkan menceritakannya (manaqib) karena wujud kepedulian dan kedudukan yang memiliki keistimewaan tersendiri.

KURUN-KURUN ULAMA

1.As-salaf, yaitu ulama yang hidup pada abad III H. Ini terdiri dari kalangan shahabat, tabi'in (pengikut shahabat), dan tabi'it tabi'in (pengikut tabi'in). Inilah kurun terbaik setelah Rasulullah SAW.

2.Al-khalaf, yaitu ulama yang hidup setelah abad III H.

3.Al-mutaqaddimin (bagian dari Al-khalaf), yaitu ulama yang hidup kisaran abad IV H. istilah mutaqaddimin bila disebut maka adalah ulama yang mempunyai kemampuan menggali hukum (ijtihad) melalui kaidah-kaidah dan nash mujtahid (ushul), seperti Al-ghazali dan Al-qaffal. Namun ada juga yang melakukan ijtihad tanpa melalui kaidah dan nash mujtahid, seperti Al-muzani dan Ibn tsaur namun tak dianggap sebagai Wajhun Minal Wujuh (versi pendapat yang digali dari imam madzhab).

4.Muta'akhirin, yaitu ulama yang hidup sesudah abad IV H.

5.Al-ashab, yaitu ulama ygan mengikuti pendapatnya imam mujtahid serta mengakui dan meyakini terhadap pendapat imam sebagai hukum yang mempunyai otoritas penuh. Disebut Ashab karena diantara mereka mempunyai persamaan serta ada ikatan bathin yang erat.


TINGKATAN-TINGKATAN

1.Al-mujtahid al-mustaqil atau mujtahid mutlak, yaitu Ulama yang mampu menggali hukum langsung
dari Al-quran dan As-sunah dengan menggunakan teori ushul yang mereka ciptakan sendiri. Seperti Al-hanafi, Al-maliki, As-syafi'i, dan Al-hanbali.

2.Al-mujtahid ghoirul mustaqil al-muntasib atau mujtahid madzhab, yaitu Ulana yang sudah memenuhi
kriteria sebagai mujtahid, namun belum mampu menciptakan kaidah ushul sendiri, mereka masih
berpegang pada kaidah-kaidah ushulnya imam madzhab.

Diantaranya:

-Dari kalangan Hanafiyah seperti Abu yusuf, Muhammad bin al-hasan, dan zafr.

-Dari kalangan malikiyah seperti Ibn al-qasim, Asyhab, dan As'ad bin furod.

-Dari kalangan Syafi'iyyah seperti Al-buwaithi dan Al-muzani.

-Dari kalangan Hanabilah seperti Abu bakr al-atsram dan Abu bakr al-mawardi.

3.Al-mujtahid al-muqayyad, yaitu ulama yang mampu mencestukan hukum-hukum yang belum pernah
dijelaskan oleh imam madzhab dengan tetap berpegang pada kaidah ushul madzhab.

Diantaranya:

-dari Hanafiyah seperti Al-khossof, At-thohawi, Al-karokhi, Al-halwani, As-sarokhsi, Al-bardawi, dan Qodli khon.

-dari Malikiyah seperti Al-abhari dan Ibn abi zaid al-qoirowani.

-dari Syafi'iyah seperti Abu ishaq as-syairozi, Al-mawardi, Muhammad bin jarir, Abi nashr, dan Ibn huzaimah.

-dari Hanbaliyah seperti Al-qodli abi ali bin musa dan Al-qodli bin abi ya'la.

4.Al-mujtahid tarjih, yaitu Ulama yang mempunyai kemampuan untuk mentarjih (memberi penilaian kuat-lemahnya perkataan imam madzhab, atau antara pendapat imam madzhab dengan ashabnya, atau antara madzhab satu dengan madzhab lainnya).

Dari kalangan Hanafiyah spt Al-qaduri dan Al-marghinani, sedangkan dari Syafi'iyyah spt An-nawawi dan Ar-rofi'i.

5.Al-mujtahid fil fatwa, yaitu Ulama yang mempunyai kepedulian terhadap kelangsungan madzhab dengan ikut melestarikan, mengutip, mengkaji, dan mengupas suatu pendapat. Mereka juga mampu mengklasifikasikan antara pendapat yang kuat, lemah, unggul atau yang diunggulkan namun belum mampu menelusuri lebih jauh tentang dalil atau bentuk analognya.
Dari kalangan muta'akhirin Al-hanafi seperti pengarang kitab matan Al-kanzi, matan Al-mukhtasor, matan Al-wiqoyah, dan matan Maj'maul anhar.
Dari as-syafi'i spt An-nawawi, Ar-rofi'i, Ar-romli, dan Ibn hajar (versi Tanwirul Qulub).

6.Nudhor at-tarjih, yaitu Ulama yang mampu mengedepankan analisa dan penelitian tentang perbedaan tarjih yang terjadi dikalangan mujtahid fatwa seperti Al-asnawi.

KESIMPULAN
Dari uraian tingkatan ulama madzhab, untuk pendapat yang dikemukakan oleh Mujtahid diatas menurut penegasan para pakar fiqh boleh di ikuti, adapun pendapatnya Nudhor at-tarjih dari masa ke masa selalu dipakai pegangan oleh ulama meskipun belum ada penegasan. Namun fenomena diatas dianggap cukup sebagai bukti adanya ijma fi'li (kosensus).

Oleh : Solihin Gubes
Kaum Sarungan, 8 Agustus 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar