Sabtu, 19 Januari 2013

Bolehkah mendoakan orang yang meninggal dalam keadaan kafir?

Pertanyaan Oleh : Uubaytull Fatimah Rindu Ayah


Assalamu'alaikum....
Seorang Sahabat ana yang Mualaf Ayahnya Telah meninggal, dan meninggalnya dalam agama Nasrani..
Sekarang Putrinya telah masuk Agama Islam
Yg ingin Ana tanyakan bagai mana cara mengirim Doa padanya (ayah)
Apakah boleh dengan Cara Agama Islam? Sedang ayah ber agama Nasrani
Ana Tunggu jawabanya
Monggo^_^

Jawab :

Kalau orang tua masih hidup boleh2 saja. Banyak riwayat yang membolehkannya, seperti riwayat Shahih Bukhari ketika Abu Hurairah ra mengadukan kekafiran ibunya kepada Rasul saw, maka Rasul saw mengangkat tangannya dan memintakan hidayah pada Allah untuk ibu Abu Hurairah ra yg kafir, maka ibunya tiba tiba ingin masuk islam, dan masuk islam ditangan anaknya yakni Abu Hurairah ra. Dalam riwayat lain ketika hari Fatah Makkah, Rasul saw minta diantar kerumah Abi Quhafah, yaitu ayah Abu bakar shiddiq ra, maka Abu bakar shiddiq ra pun menolak: Wahai Rasulullah, tidak pantas ayahku yg kafir itu dikunjungi olehmu, pantasnya ia yg datang padamu, maka Rasul saw tetap memerintahkan Abubakar ra mengantarnya pada Abi Quhafah, dan kemudian Abu Quhafah masuk islam.
Namun kalau orang tuanya telah meninggal kami condong kepada jawaban ust Ichsan.
Wallahu a'lam.
(Taman Hati)

Ketika menjelang kematian Abu Thalib, datanglah Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam dan didapati di samping Abu Thalib ada Abu Jahal bin Hisyam dan Abdullah bin Abi Umayyah bin Mughirah. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda kepada Abu Thalib:
“Pamanku, ucapkanlah Laa ilaha illa Allah, suatu kalimat yang aku akan bersaksi di hadapan Allah ta’aala untuk melindungimu”. Maka Abu Jahal dan Abi Ummayyah berkata:
“Hai Abu Thalib, apakah engkau tidak suka dengan agama nenek-moyang kita Abdul Muthallib?” Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam terus mengajak Abu Thalib mengucapkan kalimat tauhid. Dan kedua orang itupun terus mengucapkan kalimat mereka. Sehingga akhir ucapan Abu Thalib adalah ucapan mereka bahwa ia tetap mengikuti agama Abdul Muthallib (menyembah berhala/agama kemusyrikan) dan ia enggan mengucapkan Laa ilaha illa Allah.
Maka bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam: “Demi Allah ta’aala, akan kumintakan ampunan Allah ta’aala atasmu selagi Allah ta’aala tidak melarangnya… lalu Allah ta’aala turunkan surah At-Taubah ayat 113.” (HR Bukhary 5/146)

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ
"Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahanam." (QS. At Taubah: 113)
(Solihin Gubes)

Kaum Sarungan, 5 Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar